Limbah cangkang atau kulit telur tampaknya belum banyak dimanfaatkan orang. Tapi penelitian terbaru menemukan bahwa kulit telur dapat membantu mengatasi perubahan iklim.
Peneliti dari University of Calcutta, India, telah menunjukkan bahwa membran yang melapisi cangkang telur dapat menyerap gas rumah kaca karbon dioksida dari atmosfer, bahkan hampir tujuh kali lipat dari berat telur itu sendiri.
"Karbon dioksida yang terangkap sementara dapat disimpan dalam bentuk ini, sampai metode energi yang efektif untuk menggunakan gas ini dapat ditemukan. Nantinya diharapkan tidak akan terjadi lagi masalah lingkungan yang terkait emisi karbon," tutur Basab Chaudhuri, pemimpin penelitian dari University of Calcutta.
Chaudhuri menjelaskan bahwa cangkang telur terdiri dari tiga lapisan, yaitu kutikula pada lapisan luar, serta kandungan kalsium kenyal pada lapisan tengah dan dalam.
Lapisan tengah dan dalam terdiri dari serat protein yang terikat pada karbonat kalsium. Membran inilah yang dapat menyerap gas CO2 dan berada tepat di bawah kulit dengan ketebalan sekitar 100 mikrometer.
"Untuk mendapatkan membran ini, kami harus memisahkan membran dari kutikula. Pemisahan membran saat ini bukan merupakan proses yang efisien," jelas Chaudhuri.
Tapi menurut peneliti yang dipimpin Chaudhuri, asam lemah dapat membantu dan bisa digunakan untuk memisahkan membran dari cangkang yang akan digunakan sebagai adsorben (penyerap) karbon dioksida.
"Pemisahan mekanis ini akan dibuat untuk proses skala industri. Namun, setiap orang juga bisa mengurangi tingkat CO2 dengan mengekspos membran pada cangkang telur setelah ia makan telur," tutup Chaudhuri.
Mari kita ikut andil dalam mengatasi Iklim terutama di Indonesia …demi masa depan kita dan anak, anak anak kita……..kumpulkan kulit telur di rumah masing masing …..takut kotor dan bau…..ada kok yang dibuat lebih bagus……… beli aja……..
Waspada Perubahan Iklim Ancam Indonesia
Kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim yang terbukti dengan tergenangnya pintu masuk Tanjung Mas pada Jumat (29/5) lalu seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.
"Tidak pernah itu air tergenang masuk satu kilometer dari garis pantai," kata dosen ITB Djoko Suroso, dalam seminar bertajuk "Mainstreaming Perubahan Iklim ke Dalam Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah di Jakarta.
Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan unsur kajian perubahan iklim berdasarkan penelitian untuk membuat perencanaan pembangunan.
"Supaya tidak terjadi kesalahan pembangunan, yang dimaksudkan untuk berjangka panjang ternyata hanya untuk jangka pendek," katanya.
Dalam seminar tersebut dosen program studi perencanaan wilayah dan kota itu memaparkan studi kerentanan dan adaptasi yang dilakukan oleh timnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Tim tersebut mengidentifikasi sektor dan infrastruktur penting rentan terhadap perubahan iklim, kemudian menganalisa ancaman perubahan iklim seperti kenaikan suhu, curah hujan, iklim ekstrim dan permukaan air laut.
Kelompok ahli tersebut merumuskan strategi adaptasi berdasarkan risiko dan mengintegrasikannya ke dalam kebijakan pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar